Usaha Nubuwah ini adalah suatu usaha atas
hati-hati manusia untuk dapat kenal kepada Allah dan mau taat kepada seluruh
perintah Allah. Usaha nubuwah ini adalah Kerja Dakwah dan Tabligh yang dilakukan
oleh para Anbiya AS dan Rasullullah SAW. Dalam gerakan ini usaha nubuwah ini
merupakan sarana tarbiyat atau pendidikan ummat untuk mencapai kesempurnaan
agama dalam diri mereka dan dalam diri manusia di seluruh alam sehingga mereka
siap untuk melanjutkan risalat kenabian. Hasil yang dicari dari sarana tarbiyat
ini adalah Tazkiyatun Nafs (Perbaikan Nafsu atau Sifat) dan Tazkiyatun Iman
(Perbaikan Iman). Melalui sarana tarbiyat ini manusia akan terdidik untuk
mendapatkan sifat-sifat kenabian dan sifat-sifat para sahabat Nabi
SAW.
Mengapa kita memerlukan latihan ini ? Hewan
bila di tarbiyah (dilatih / dididik) maka akan memberikan banyak manfaat kepada
manusia, tetapi bila dibiarkan saja maka akan menjadi liar hingga mendatangkan
banyak masalah dan kerugian bagi manusia. Seperti kerbau akan bermanfaat jika
didik dalam menggarap sawah, jika kerbau tidak di didik maka kerbau ini akan
menjadi liar yang merusak sawah petani. Begitu juga dengan kuda yang menjadi
kendaraan, gajah yang buat angkutan, anjing yang untuk melacak, dan kera yang
buat memetik buah, semuanya perlu pelatihan atau tarbiyah untuk bisa
mendatangkan manfaat. Namun jika kuda, gajah, anjing dan kera tersebut tidak di
latih, maka mereka dapat menjadi binatang perusak. Begitu juga dengan manusia
apabila ditarbiyah atau dididik melalui napak tilas kehidupan dan perjuangan
Nabi SAW dan Sahabatnya maka akan terbentuk pada diri mereka sifat-sifat
kenabian dan qualitas para sahabat RA. Qualitas tersebut seperti keyakinan yang
benar, akhlaq yang baik, ketaqwaan yang tinggi, dan kasih sayang terhadap ummat.
Tetapi bila dibiarkan begitu saja tanpa latihan yang benar maka yang lahir
adalah sifat-sifat yang liar seperti binatang perusak tadi. Sehingga mereka bisa
menjadi manusia yang hina bahkan lebih hina dari binatang. Walaupun dia suka
membaca buku agama yang banyak, jika tidak ada latihan / didikan yang benar
tetap saja manusia ini mempunyai kecenderungan menjadi liar. Ini dikarenakan
Sifat dan Keimanan ini akan datang melalui mujahaddah.
Mujahaddah itu adalah segala bentuk kesusahan,
kesulitan, pengorbanan, yang dilewati demi agama bukan melalui bacaan. Seperti
seorang petinju jika dia ingin menjadi petinju namun dia tidak melatih diri,
hanya dengan membaca buku cara bertinju saja, maka ketika ada pertandingan
ternyata hasilnya berbeda dari yang diharapkan. Di buku mungkin dia bisa tahu
definisi hook dan cara bertinju lainnya namun karena tidak ada latihan, ternyata
sekali pukul sudah jatuh, langsung KO. Jadi untuk bisa jadi seorang petinju ini
perlu ada latihan dan mujahaddah dalam berlatih agar bisa menjadi kebiaasaan.
Sehingga nanti ketika datang pertandingan tinju dia sudah siap dan sudah
terbiasa dengan keadaan yang akan dihadapinya. Begitu juga sholat, jika kita
tidak ada latihan, mujahaddah membiasakan diri, pergi ke mesjid untuk sholat
berjamaah tepat pada waktunya, walaupun kita banyak baca buku agama, kita akan
terasa berat untuk ke mesjid. Seperti waktu subuh jika kita tidak ada latihan
atau kurang latihan sholat subuh berjamaah di mesjid maka ketika adzan datang
kita lansung KO, tidak bisa bangun dari tidur untuk pergi sholat. Ini karena
kita belum terbiasa untuk datang ke mesjid untuk sholat berjamaah. Untuk
menjadikan sholat ke mesjid menjadi kebiasaan kita, maka ini diperlukan latihan
agar terbiasa. Jika kita sudah biasa melatih diri, bermujahaddah membiasakan
diri sholat lima waktu ke mesjid maka Insya Allah, ke mesjid untuk sholat
berjamaah pada waktunya bukan hal yang sulit seperti sebelumnya. Inilah
pentingnya latihan dan mujahaddah dalam agama. Melalui Mujahaddah ini akan lahir
pengalaman Iman yang akan membentuk sifat seseorang menjadi seperti sifat
nabi-nabi AS dan para sahabat RA. Inilah yang diajarkan Nabi SAW kepada sahabat,
bukan membaca buku tetapi melalui latihan, pengamalan, dan
pengorbanan.
Konsep Usaha Nubuwah
Methode yang di ambil dalam sistem nubuwah ini
adalah dengan mengunakan konsep pemanfaatan waktu untuk mengamalkan agama. Jadi
yang ditekankan dalam kegiatan ini adalah pemanfaatan waktu. Hari ini banyak
orang yang bilang bahwa dunia dan akherat harus seimbang. Jika benar berarti 50%
dari 24 jam harus kita gunakan untuk agama yaitu 12 jam dan 50% lagi untuk dunia
yaitu 12 jam. Jika tidur kita sudah 8 jam berarti waktu dunia kita cuman 4 jam.
Hari ini siapa yang mampu melakukannya. Jika kita tidur 8 jam sehari berarti itu
adalah 1/3 hidup kita sudah terpakai hanya untuk tidur. Jika kita berumur 60
tahun berarti 20 tahun dari umur kita sudah kita pakai hanya untuk tidur.
Sekarang bagaimana kita mensiasati sisanya yang 40 tahun untuk mempersiapkan
bekal di akherat tanpa harus melupakan dunia.
Mahfum Hadits, Nabi SAW bersabda :
“wahai sahabat-sahabatku jika Allah beri 10
perintah kepada kalian, lalu kalian melanggar 1 perintahnya, maka ini sudah bisa
menjadi asbab kalian masuk ke dalam Neraka Allah. Namun nanti ada umatku sesudah
kalian, Allah beri mereka 10 perintah namun 1 perintah saja mereka laksanakan
sudah dapat menjadi asbab mereka masuk ke dalam SurgaNya Allah
Ta’ala.”
(Al Hadits)
Sahabat dari 10 perintah Allah, satu saja
mereka langgar maka sudah dapat menjadi asbab mereka masuk kedalam neraka.
Namun, umat sesudah sahabat di akhir zaman ini kata Nabi SAW dalam mahfum hadits
ini, satu perintah saja yang mereka laksanakan dari 10 perintah yang Allah
kasih, sudah dapat menjadi asbab mereka masuk kedalam SurgaNya Allah Ta’ala.
Atas dasar ini, yang di dapat dari hadits tersebut adalah 1 perintah dari 10
perintah berarti 1/10 nya. Bilangan ini digunakan sebagai tertib waktu untuk
mempermudah kita mengamalkan agama secara sempurna melalui tahapan-tahapan.
Tertib ini merupakan hasil dari Ijtihad para Ulama, sebagai cara atau methode
untuk mempermudah manusia dalam beramal dan menjalankan usaha nubuwah atau usaha
atas Iman. Atas perkara inilah Ulama membuat tertib atau tahapan untuk
mempermudah manusia mewujudkan kesempurnaan agama dalam diri mereka dan diri
umat seluruh alam.
Syekh Ibnu Atha’illah Rah.A berkata
:
“Jika Allah cinta pada seorang hambanya maka
Allah akan sibukkan dia setiap waktu dalam amal-amal Agama. Seluruh waktunya
sibuk dengan perkara yang Allah cintai yaitu amal-amal Agama.”
Tahapan itu adalah dengan mensedekahkan waktu
kita untuk agama :
- Minimal memberikan 1/10 waktunya untuk agama dengan patokan umur ±
60 – 70 : 2.5 jam tiap hari, 3 hari tiap bulan, 40 hari tiap tahun, minimal
4 bulan seumur hidup. ( Tertib Minimum = Tertib Sedekah : 1/10
penghasilan kita = 1/10 waktu kita ) : Ijtihad Ulama
- Memberikan 1/ 3 hidupnya untuk agama : 8 jam tiap hari, 10 hari tiap
bulan, 4 bulan tiap tahunnya. ( Tertib Umar Al Faroukh RA. ) : Umar RA pernah
menanyakan pada istri-istri prajurit islam batas kesiapan mereka untuk ditinggal
pergi oleh suaminya ketika fissabillillah yaitu 4 bulan. Sehingga Shift prajurit
yang berperang diputar setiap 4 bulan.
- Memberikan seluruh waktunya untuk Agama : Tidak ada Nishab lagi yang
ada hanya kesiapan mengambil takaza kapan saja diperlukan. ( Tertib Abu Bakar
R.A ) : Dalam suatu riwayat ketika datang takaza menyumbangkan harta untuk
Fissabillillah, saat itu, Utsman RA memberikan 1/3 hartanya untuk agama, Umar
menyumbangkan 1/2 untuk agama, sedangkan Abu Bakar RA menyumbangkan seluruh
harta dan waktunya untuk agama. Inilah menurut sebagian ulama level keimanan
yang paling tinggi setelah kenabian yaitu tahapan shidiqqien.
Hari ini kehidupan kita sudah jauh daripada
kehidupan yang dicontohkan oleh para sahabat RA, bukan dari keduniaannya, tetapi
dari segi amal-amal agama yang mereka kerjakan. Ini disebabkan karena kehidupan
kita dari segi pengorbanan untuk agama sudah sangat jauh tertinggal dari
kehidupan sahabat yang penuh dengan pengorbanan untuk agama. Dan Latihan yang
dilakukan sahabat juga sudah kita tinggalkan hari ini. Latihan seperti apa yang
telah kita tinggalkan ? yaitu latihan melawan hawa nafsu, meninggalkan harta,
anak, istri, perdagangan, demi agama. Dengan tahapan ini tujuannya adalah
bagaimana kehidupan dan pengorbanan kita dapat ditingkatkan sehingga tidak
tertinggal jauh daripada pengorbanan para sahabat RA. Asbab pengorbanan inilah
Allah telah ridho pada mereka dan pertolongan Allah selalu bersama mereka
dimanapun mereka berada. Melalui usaha nubuwah ini bagaimana pengorbanan dan
kehidupan kita dapat mencapai tingkat pengorbanan dan tingkat derajat kehidupan
para Sahabat RA. Ketika tahapan Iman sudah sampai kepada tingkatan keimanan para
Sahabat RA, maka kefahamanpun akan Allah berikan pula kepada kita dan keluarga
kita. Allah telah berikan kefahaman bukan hanya kepada para sahabat tetapi juga
kepada anak, istri, dan keluarga mereka asbab pengorbanan mereka. Sebagaimana
anak-anaknya Abu Bakar RA, Aisyah R.ha dan Asma R.ha, yang menghibur kakeknya
yang marah kepada ayah mereka, karena pergi dijalan Allah tetapi tidak
meninggalkan bekal untuk keluarganya. Apa yang dilakukan anak-anak Abu Bakar RA,
yaitu Aisyah R.ha dan Asma R.ha, ketika itu ? yaitu mereka tidak mengadu pada
kakeknya atau mengeluh mengenai sikap ayahnya tersebut, tetapi mereka justru
memikirkan jalan keluar untuk ayah mereka agar kakek mereka tidak berprasangka
buruk pada anaknya yaitu Abu Bakar RA. Ketika itu mereka menggiring tangan
kakeknya ke lemari yang tergeletak disana batu batuan dengan mengatakan bahwa
itu emas yang disentuh tangan kakeknya yang ditinggalkan ayahnya sebagai bekal
untuk keluarga mereka. Ayah Abu Bakar RA yang buta itupun akhirnya merasa tenang
setelah cucunya mengatakan demikian. Inilah kelebihan yang Allah berikan kepada
keluarga yang mau mengorbankan seluruh waktu dan hartanya untuk agama yaitu rasa
cukup dan kefahaman atas agama.
Nabi SAW di hina, di caci, di timpuki,
menderita karena agama tetapi mengapa pertolongan Allah tidak turun kepada Nabi
SAW ketika itu di mekkah. Padahal Nabi SAW adalah mahluk yang paling Allah
cintai. Ini karena Allah hendak meletakkan standard pengorbanan bagi Umat ini
terutama kepada para sahabat ketika itu. Ketika Nabi SAW bersedih atas cobaan
yang dia hadapi dan kesusahan yang maha dahsyat, Allah menghibur beliau SAW
dengan kisah-kisah perjuangan, pengorbanan, dan kesusahan Nabi-Nabi dan
Ummat-ummat terdahulu dalam membawa agama. Ketika pengorbanan dan keimanan
sampai kepada level yang Allah mau, maka ketika itu baru Nusroh Ghaibiyah (
Pertolongan Allah ) akan nampak, seperti yang terjadi pada perang Badr. Allah
kirimkan tentara malaikat di perang Badr sehingga pasukan sahabat yang jumlahnya
300 orang tanpa perlengkapan perang yang lengkap mampu mengalahkan musuh yang
jumlahnya 3 kali lipat yaitu ± 1000 orang dengan persenjataan yang lengkap.
Maiyatullah (Kebersamaan dengan Allah) akan bersama orang-orang yang siap
bermujahaddah membantu agama Allah. Bagaimana kita mendzohirkan Qudratullah
dalam kehidupan kita ? Masyaikh berkata caranya adalah dengan menafikan (
menolak ) logika dan penglihatan kita, dan membenarkan perintah Allah dalam
segala keadaan. Kita jangan terkesan dengan keadaan-keadaan, jangan terkesan
dengan apa yang kita miliki dan apa yang tidak kita miliki atau, tetapi kesankan
diri kita hanya pada Janji Allah dan hanya membenarkan perintahNya dalam segala
keadaan. Baru ketika itu pertolongan Allah akan nampak. Terus tingkatkan
pengorbanan, karena pertolongan Allah akan datang jika pengorbanan kita untuk
agama bertambah.
Syeikh Meiji Mehrab Rah.A dari India berkata
:
“Iman akan naik jika ada usaha atas Iman, Iman
akan turun jika usaha atas Iman menurun, Iman akan istiqomah jika usaha atas
Iman juga Istiqomah.”
Kini kebendaan naik dan meningkat karena
adanya usaha atas kebendaan yang terus meningkat. Jika Iman manusia ini tidak di
usahakan maka demand atau permintaan atau keinginan manusia atas hidayah atau
Iman akan berkurang. Tetapi jika ada usaha atas Iman maka deman atau permintaan
atau keinginan manusia akan hidayah akan bertambah.
Maulana Saad, Masyeikh India, berkata Iman
manusia ada tiga tingkatan :
- Iman Kuat : Dia Tau, Dia Taat, dan Dia Ridha pada seluruh Perintah
Allah.
- Iman Lemah : Dia Tau Perintah Allah tetapi tidak ada usaha atas
Ketaatan
- Iman Keluar : Dia Tau Perintah Allah tetapi dia menghindar demi
kepentingan dunia
Mudzakaroh Pengorbanan Nabi SAW dan Sahabat
RA
Hubungan kita dengan Allah Ta’ala hanya dapat
dilakukan dalam Agama. Agama adalah hal-hal yang di inginkan Allah Ta’ala pada
diri manusia dalam setiap waktu, tempat, dan keadaan. Dengan Dakwah maka kita
dapat mewujudkan Agama dalam diri kita. Target dari dakwah adalah membuat sifat
dan membentuk Iman dalam diri kita. Sebagaimana sahabat mendapat sifat dan Iman
melalui dakwah yang penuh pengorbanan, sehingga Iman dan sifat Mereka terbentuk
sesuai dengan yang Allah Ta’ala inginkan. 13 tahun sahabat berdakwah atas
perkara Iman saja, sebelum syariat diturunkan. Pengorbanan yang mereka lakukan
membuat Iman mereka menjadi kuat. Sehingga setiap perintah yang turun dapat
dengan mudah dilaksanakan oleh sahabat.
Para sahabat disiksa hanya untuk
mempertahankan Iman. Bilal RA dipanggang dan ditiban batu yang melebihi bobot
badannya ditengah terik panas matahari namun Imannya tidak goyang. Kabab RA
dipanggang punggungnya di atas bara namun Imannya tidak goyah. Ammar RA disiksa
dengan ayah ibunya dipasir yang panas sehingga orang tuanya Syahid. Namun demi
yang namanya Iman mereka bersabar atas penderitaan. Inilah kesabaran para
Sahabat dalam memperjuangkan Agama.
Begitu pula penderitaan yang dialami Nabi SAW
semenjak kecil. Ketika lahir ayahnya telah tiada. Rasulullah SAW hanya merasakan
kasih sayang seorang ibu dalam 2 bulan saja. Baru merasakan sedikit kebahagiaan
dengan kakeknya, Rasulullah SAW harus bersabar melihat kakeknya meninggal hanya
dalam waktu kurang dari setahiun. Tarbiyah demi tarbiyah Allah berikan kepada
Nabi SAW supaya siap menerima tanggung jawab kenabian. Tarbiyah yang Allah
berikan kepada Nabi SAW ini telah membentuk sifat dalam diri Nabi
SAW.
Setelah ayat pertama turun yaitu ayat Iqro :
“Bacalah”, Nabi SAW dituntut untuk membaca keadaan ummat. Namun karena takutnya
menerima wahyu pertama kali, untuk beberapa saat Nabi berusaha menenangkan diri.
Lalu turunlah perintah “Ya hayyuhal Mudatsir Kum Fa Anzir Farabbaka Fakabbir.”
Artinya : “Wahai orang yang berselimut bangunlah dan besarkanlah nama tuhanmu.”
Inilah awal dari perintah Allah SWT kepada Nabi SAW untuk memulai dakwah. Jadi
kita berdakwah bukan karena nafsu kita tetapi ini karena perintah Allah
sebagaimana yang Allah perintahkan kepada Nabi SAW. Setelah turun ayat ini, Nabi
SAW berkata kepada istrinya, “Mulai hari ini tidak ada waktu untuk istirahat
lagi.” Semenjak itu Nabi SAW tidak pernah berhenti dari kerja dakwah. Pergi pagi
baju bersih pulang petang baju sudah kotor. Pernah suatu hari Nabi SAW asbab
keletihan dari menyampaikan agama pada orang, beliau hendak beristirahat
sebentar. Namun belum sempat tertidur turunlah ayat : “Ya Ayyuhal Muzammil
Kumillaila illa qollila…” Ketika itu Nabi SAW diperintahkan untuk bangun malam
menghadap Allah, mendirikan ibadah malam, sehingga hilanglah waktu untuk
istirahat beliau SAW. Inilah kerja Nabi SAW yang tidak mengenal waktu dan lelah.
Cobaan dan kepayahan dilewati oleh Nabi SAW, sampai-sampai Nabi SAW berkata
mahfum : “Tidak ada satu manusiapun yang penderitaannya melebihi aku”. Pernah
Nabi SAW membawa Siti Fatimah ke Masjidil Haram, ketika dalam keadaan sujud Nabi
SAW badannya di lempari kotoran onta oleh orang kafir Quraish, sehingga membuat
Siti Fatimah yang masih kecil menangis melihat keadaan ayahnya. Melihat kotoran
yang menempel pada badan ayahnya, Siti Fatimah sambil menangis berusaha
membersihkan kotoran onta tersebut dari ayahnya. Ketika beliau berdakwah,
orang-orang yang memberikan beliau gelar Al-Amin, berbalik menghina beliau
dengan panggilan Al Majnun ( orang gila ). Kehidupan beliau diboikot sehingga
beliau berhari-hari dengan istrinya tidak makan apapun selain biji korma dan air
putih. Selama 3 bulan dapur nabi SAW tidak mengeluarkan asap, tidak ada masakan
atau makanan.
Belum lagi ketika beliau ke Thaif dengan penuh
harapan penduduk Thaif mau memeluk Islam, ternyata yang diterimanya adalah
siksaan. Rasululllah SAW dihina dan dilemparkan batu, sampai keluar kotapun
masih dihajar. Darah segar Rasullullah SAW mengalir dari kepala beliau SAW
banyak sekali. Disinilah Rasulullah SAW berdoa yang doanya menggetarkan hati
seluruh penduduk langit. Ketika itu seluruh penduduk langit murka dan Allah
Ta’ala telah memerintahkan malaikat untuk siap menerima perintah apapun dari
Nabi SAW jika Nabi SAW berkeinginan menghancurkan Thaif. Tetapi apa yang
dikatakan Nabi SAW menjawab kesediaan para malaikat tersebut yaitu Nabi SAW
berdoa yang bunyinya : “Ya Allah bukan ini yang aku mau, aku berdoa karena
kelemahanku dalam berdakwah, karena ketidak mampuanku dalam menyampaikan “. Lalu
Nabi SAW malah mendoakan kebaikan untuk para penduduk Thaif agar suatu saat
nanti mereka mau memeluk Islam. Inilah yang dilakukan Nabi SAW yaitu membalas
keburukan dengan kebaikan. Inilah kesabaran Rasullullah SAW dalam menghadapi
cobaan. Ketika semua malaikat telah siap untuk menghancurkan Thaif yang telah
menyiksa beliau, tetapi beliau malah mendoakan kebaikan buat mereka yang telah
menyiksa beliau SAW. Namun cobaan dan ujian kepada Nabi SAW tidak hanya berhenti
sampa di Thaif saja, masih banyak lagi cobaan dan penderitaan yang harus
dilewati Nabi SAW. Di saat penting-pentingnya Dakwah Rasulullah SAW di Mekkah
berturut-turut Rasulullah SAW harus kehilangan 2 orang yang dicintai dan
mendukungnya dalam berdakwah yaitu istrinya, Khadijah R.ha, yang selalu
menghiburnya ketika sedih dan pamannya Abu Thalib yang selalu membelanya dari
siksaan orang kafir Quraisy. Cobaan demi cobaan, kesusahan demi kesusahan, terus
di alami Nabi SAW hingga akhir hayatnya. Menjelang ajalnya Nabi SAW barulah bisa
berkata, “Tidak akan ada lagi kesusahan setelah hari ini.”
Sahabat RA ini mencintai Nabi SAW melebihi
cinta mereka pada keluarganya, pada orang tuanya, bahkan melebihi kecintaan
mereka pada dirinya sendiri. Sahabat untuk bersabar ketika harus meninggalkan
anak, istri dan mendapat berbagai macam siksaan, ini mudah saja bagi mereka.
Tetapi Tidaklah mudah bagi sahabat menahan kesabaran ketika mereka melihat
Rasulullah SAW dihina dan disiksa. Ini karena mereka. sahabat dahulu adalah
seorang yang pemberani dan pendekar-pendekar perang. Ketika Hamzah RA mendengar
Rasulullah SAW ditimpuki kotoran oleh Abu Jahal, beliau RA langsung menyampiri
Abu Jahal dan memukulnya hingga jatuh dan berdarah, didepan para petinggi
quraisy pada waktu itu. Padahal waktu itu Rasulullah SAW tidak pernah menyuruh
mereka mambalas atau menyatakan perang kepada orang kafir Quraish atas perlakuan
mereka. Justru beliau malah menyuruh mereka, para sahabat RA, untuk bersabar
atas orang kafir quraisy. Para sahabat rela bersabar diatas segala penderitaan
demi Agama Allah. Mereka disiksa, keluarga mereka dibunuh, dihina dan dicaci
maki, tetapi apa yang nabi anjurkan kepada mereka, yaitu bersabar, bukan
membalas dengan nafsu dan dendam.
Allah Ta’ala menguji kesabaran para sahabat
ketika susah dan sempit yaitu ketika di Mekkah, dan Allah Ta’ala menguji mereka
ketika senang dan lapang ketika di Madinah. Ketika perjanjian Hudaiybiyah, para
sahabat RA ditest kehormatannya oleh Allah Ta’ala. Sejauh mana mereka siap
mengorbankan kehormatan mereka untuk Agama. Ketika perjanjian Hudaibiyah, saat
itu para sahabat RA sudah dalam posisi siap tempur, dan keuntungan keadaan
berpihak pada sahabat RA ketika itu. Namun apa yang terjadi disaat sahabat sudah
merasa ini waktunya bagi mereka untuk membalas semua kekejaman kaum Quraish
kepada mereka dan keluarga mereka. Justru keadaan yang menguntungkan itu ditolak
mentah-mentah oleh Rasulullah SAW. Bahkan Rasullullah SAW menerima tawaran kafir
quraisy yang tidak seimbang dan merugikan posisi mereka pada waktu itu. Secara
logika apa yang diputuskan oleh Nabi SAW tidak dapat diterima oleh akal dan
nalar para sahabat RA ketika itu. Hal ni membuat harga diri para sahabat ketika
itu tercabik-cabik. Namun karena ini sudah menjadi keputusan Rasulullah SAW,
maka mereka harus taat. Inilah kesabaran sahabat ketika mereka telah telah
diujung kesabaran mereka untuk menggempur kafir quraisy, mereka masih tetap taat
kepada Nabi SAW. Tetapi kejadian ini diabadikan oleh Allah Ta’ala dalam Al-Quran
sebagai kemenangan umat Islam, walaupun para sahabat mengalami
kekecewaan.
Bagaimana diceritakan ketika penaklukan kota
Mekkah, orang kafir quraisy ketakutan melihat kekuatan umat Islam ketika itu.
Abu Sofyan, Jendral orang quraisy yang ikut diberbagai pertempuran melawan umat
Islam, Hindun yang memakan hati paman Nabi, semua orang yang pernah menyiksa
sahabat orang yang sama ketika itu sangat ketakutan. Namun apa yang terjadi,
ketika Nabi berbicara di depan ka’bah kepada orang kafir Quraish, ”Tahukah
kalian apa yang akan aku lakukan kepada kalian?” mereka menjawab dengan
ketakutan, “tidak ya Rasulullah” Rasulullah SAW bersabda, “Aku akan membebaskan
kalian sebagaimana saudaraku Yusuf AS membebaskan saudara-saudaranya.” Inilah
yang dilakukan Rasulullah SAW kepada orang yang sama yang telah menyiksa beliau
SAW dan para sahabatnya.
Inilah kesabaran yang harus dipunyai seorang
beriman. Sedangkan hari ini kita sudah merasa kehilangan kesabaran terhadap
saudara sendiri, keluarga sendiri, teman sendiri, terhadap lingkungan sendiri.
Bagaimana kita bisa menjadi seperti mereka, Nabi dan para Sahabat RA, jika kita
tidak mempunyai kesabaran seperti yang mereka miliki. Para sahabat juga dihina
ketika sedang berdakwah, tetapi mereka bisa bersabar diri. Keadaan kita
dibandingkan para sahabat sangatlah jauh berbeda. Karena pengorbanan yang mereka
lakukan dalam berdakwah berbeda dengan kita, sehingga tingkat kesabaran yang
kita punya juga berbeda dengan mereka. Asbab kesabaran dan pengorbanan mereka,
hidayah tersebar. Masalah sahabat dibandingkan dengan masalah yang kita hadapi
sangatlah tidak sebanding, karena kita tidak melalui penyiksaan-penyiksaan,
pembunuhan massal terhadap orang yang kita cintai, ditimpuki, dan lain-lain.
Untuk itu penting kita keluar di jalan Allah untuk melatih diri kita agar bisa
mendapatkan sifat para sahabat. Dengan tarbiyat yang kita dapati ketika
berdakwah, ini dapat membentuk sifat-sifat mulia dalam diri kita. Inilah yang
dilakukan para Anbiya AS dan para sahabat dalam menjalankan usaha atas agama,
“The Efforts of Deen”, atau Dakwah. Mereka harus melakukan total pengorbanan
sebagai bukti kecintaan mereka kepada Allah Ta’ala dan Nabi SAW.
Mudzakaroh Pengorbanan Ibrahim AS dan
keluarganya
Ibrahim AS baru bisa mempunyai anak ketika
beliau berumur 98 tahun. Ketika itu beliau diuji 2 kali oleh Allah Ta’ala.
Pertama ketika beliau harus meninggalkan anak yang baru ia punya dan yang ia
dambakan, dan istrinya dipadang pasir. Disini terlihat bahwa Allah hendak
menguji Ibrahim AS dengan perintahNya, agar Ibrahim AS ini hatinya senantiasa
terpaut pada Allah. Hari ini seseorang yang pulang kerja saja tidak sabar
buru-buru pulang ingin bertemu dengan anak dan istrinya, tetapi lihat Ibrahim AS
malah diperintahkan untuk meninggalkan anak dan istrinya. Dengan penuh kesedihan
dan kesabaran dalam menjalankan perintahNya, Ibrahim AS tinggalkan anak dan
istrinya di padang pasir. Demi menjalankan perintah Allah, keluargapun Ibrahim
AS rela mengorbankannya. Ibrahim AS di test kesabaran dan keyakinannya oleh
Allah untuk meninggalkan anak dan istrinya di padang pasir.
Setelah Siti Hajar mengetahui bahwa itu adalah
perintah Allah maka dia pun Ridho di tinggal Ibrahim AS ditengah padang pasir.
Inilah keyakinan siti hajar dan ketaatannya terhadap perintah Allah. Hari ini
orang jika melihat suami meninggalkan anak dan istri untuk mendekatkan diri
kepada Allah, orang-orang sudah mencapnya sebagai orang yang tidak bertanggung
jawab. Jika suami pergi untuk mencari keduniaan di anggap sebagai orang yang
penuh tanggung jawab. Inilah kesalah fahaman kita hari ini, dikira kita yang
menghidupkan keluarga kita. Orang yang mau berkorban untuk agama di jelekkan dan
orang yang buat usaha atas dunia di muliakan.
Allah telah buktikan bahwa Allah tidak perlu
Ibrahim AS, Uang, atau Mahluk apapun dalam memelihara Siti Hajar dan Ismail AS
dipadang pasir yang tandus. Allahlah yang memelihara segala-galanya, mahluk
tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat tanpa seizin Allah. Asbab keyakinan
dan ketaatan Ibrahim AS dan keluarganya yaitu Siti Hajar dan Ismail AS, Allah
telah buat Mekkah daerah yang tandus dan tidak ada manusia yang mau datang
menjadi daerah yang berkah keluar air zam zam dan ramai pengunjung. Setelah
beberapa lama tidak bertemu, Ibrahim AS Allah izinkan untuk bertemu dengan siti
hajar dan Ismail AS, dengan syarat tidak boleh turun dari kudanya dan tidak
boleh berbicara. Setelah itu Ibrahim AS harus balik lagi ke Palestina tempat dia
harus berdakwah. Hari jika kita diposisi nabi Ibrahim AS, sudah lama di jalan
Allah rindu pada keluarga, sekalinya bertemu tidak boleh turun dari kuda, tidak
boleh memeluknya, dan tidak boleh berbicara. Inilah kesabaran seorang Nabi dan
seorang Da’inya Allah. Setelah lolos dari ujian ini baru Allah izinkan Ibrahim
AS berkumpul dengan Siti Hajar dan Ismail AS.
Ujian kedua, ketika Ibrahim AS lagi
senang-senangnya bermain bersama Ismail AS, turun perintah untuk menyembelih
Ismail AS. Inilah pengorbanan Nabi Ibrahim AS dalam membuktikan kecintaannya
terhadap Allah Ta’ala, bahwa tidak ada yang lebih besar dari Allah di hatinya.
Ini adalah ujian dari Allah untuk membuktikan bahwa hati Ibrahim AS tidak mendua
kepada Allah dan kepada selain Allah walaupun itu keluarga. Ketaatan kepada
Allah Ta’ala bagi Ibrahim AS lebih berharga dibanding keluarganya. Inilah
kesiapan dan kesabaran seorang Nabi dan seorang da’i dalam menjalankan perintah
Allah.
Begitupula kepada siti hajar dan Ismail AS
ketika mendapatkan perintah ini. Nabi Ibrahim dan Ismail AS digoda setan dengan
perkataan, “Wahai Ibrahim ini adalah anakmu bagaimana kamu bisa membunuh darah
dagingmu sendiri, apakah kamu tega.” Mendengar godaan dari setan ini maka Ismail
AS mengusir setan itu dengan melemparkan batu. Lalu Ismail AS berkata kepada
ayahnya, ”wahai ayah jika ini perintah Allah jalankanlah, saya ikhlas
menerimanya.” Begitu juga Siti Hajar yang di goda oleh setan yang mengatakan
bahwa saat ini Ibrahim AS akan membunuh anaknya. Siti Hajar terperanjat kaget
saekan-akan tidak percaya. Lalu Siti Hajar bertanya, “Apakah ini adalah perintah
dari Allah ?” si setan menjawab,”benar.” Mendengar ini siti hajar menimpuk setan
itu dengan batu dan berkata, “Kalau begitu kamu ini setan, masa Ibrahim AS harus
melanggar perintah tuhannya.” Inilah keyakinan dan kesabaran keluarganya seorang
Nabi dan Da’inya Allah dalam menjalankan perintah Allah. Ini berlaku bagi siapa
saja yang siap berkorban di jalan Allah maka nanti Allah akan buat keluarganya
mempunyai keyakinan dan ketaatan seperti keluarganya Ibrahim AS.
Keadaan ini tidak hanya Allah berikan kepada
Nabi Ibrahim AS tetapi juga kepada para sahabat RA seperti Abu Bakar RA. Asbab
pengorbanan Abu Bakar RA, anak-anaknyapun mempunyai keyakinan yang sama seperti
ayahnya. Suatu ketika Abu Bakar hendak keluar di jalan Allah, ia telah korbankan
seluruh hartanya untuk digunakan di jalan Allah. Lalu Nabi SAW bertanya apa yang
telah kamu tinggalkan untuk rumahmu, dia menjawab, “Saya tinggalkan Allah dan
RasulNya.” Ketika ayah Abu Bakar RA yang buta dan masih dalam keadaan Kafir
berkunjung kerumahnya Abu Bakar, dia berkata dengan nada marah kepada cucunya,
“Pasti Abu Bakar telah meninggalkan kalian pergi tanpa meninggalkan apapun.”
Lalu Siti Aisyah R.ha beserta adiknya Asma R.ha membimbing kakeknya ke arah meja
dan berkata, “Tidak kakek, ayah telah meninggalkan kita batu emas ini.” Seraya
membimbing tangan kakeknya ke meja memegang batu yang dikira emas oleh
kakekanya. Inilah keyakinan yang ditanamkan Allah kedalam anaknya Abu Bakar RA,
sehingga mereka rela ditinggalkan oleh ayahnya tanpa ditinggali
apapun.
Nusrottulloh, pertolongan Allah Ta’ala, akan
datang kepada orang yang melakukan total pengorbanan dan mempunyai kecintaan
terhadap agama seperti sahabat RA. Suatu ketika anak laki-laki Abu Bakar berkata
kepada ayahnya, “wahai Ayah, ketika perang Badr, saya mempunyai kesempatan 3
kali untuk membunuhmu, tetapi setiap saya hendak melakukannya, rasa cintaku
kepadamu menghalangiku untuk melakukannya “. Lalu Abu Bakar menjawab, ”wahai
anakku, jika saat itu aku mendapatkan kesempatan untuk memenggal kepalamu, pasti
aku akan melakukannya tanpa ragu-ragu karena aku lebih mencintai Allah Ta’ala
dan RasulNya daripada kamu.”
Inilah cinta sahabat RA terhadap Allah Ta’ala,
dan inilah kecintaan yang Allah Ta’ala mau, tidak mendua kepada yang lain.
Seorang sahabat ditanya oleh Rasulullah. ”Apakah yang akan engkau lakukan jika
engkau malihat istri engkau berduaan dengan lelaki lain dalam kamarmu.” Sahabat
menjawab, “Akan saya penggal leher lelaki itu.” Lalu Rasulullah SAW bersabda
mahfumnya, ”Saya lebih pencemburu dari kamu, dan Allah lebih pencemburu dari
saya. Begitu pula cemburunya Allah Ta’ala terhadap hambanya jika dapatiNya dalam
hati hambanya kebesaran mahkluk selain kebesaran Allah Ta’ala”
Ada seorang sahabat yang tidak bisa tidur
sebelum melihat wajah Nabi SAW karena sangking cintanya kepada Nabi SAW. Seorang
sahabat berkata, “Sebelum aku memeluk Islam tidak ada seorangpun yang kubenci
melebihi Muhammad SAW, tetapi setelah aku memeluk Islam tidak ada satu
manusiapun yang lebih aku cintai daripada Nabi SAW”. Sahabat sangking cintanya
kepada nabi SAW rela mengorbankan anak, istri, pekerjaan, jabatan, harta, dan
harga diri. Tetapi jika takaza agama dibentangkan maka mereka rela meninggalkan
Nabi SAW demi agama. Sebagaimana perpisahan Nabi SAW dengan Muadz yang akan
pergi berdakwah ke Yaman. Nabi SAW berkata kepadanya bahwa ini adalah pertemuan
mereka yang terakhir, namun Muadz RA dengan hati yang hancur dan kesedihan yang
luar biasa karena harus berpisah dengan orang yang paling dicintainya tetap
melanjutkan perjalanan demi kepentingan agama.
Para sahabat ketika takaza jihad dibentangkan
maka mereka langsung meninggalkan segala yang mereka cintai seperti istri yang
baru dinikahi pada malam pertama, kebun korma yang siap dipanen, seluruh harta
bendanya untuk agama. Bahkan keluarga merekapun diberi semangat oleh anggota
keluarga mereka sendiri untuk berjihad di jalan Allah. Namun karena lemahnya
iman kita maka kita belum mampu melakukan pengorbanan seperti mereka. Kesalah
fahaman yang terjadi saat ini adalah kita menyangka bahwa diri dan harta kita
adalah milik kita. Padahal semua yang kita miliki dan yang kita lihat ini adalah
milik Allah Ta’ala. Untuk membenarkan kesalah fahaman ini maka kita harus keluar
dijalan Allah Ta’ala belajar berkorban seperti para Nabi AS dan para sahabat
RA.